Penemuan Terbaru NASA: 7 Planet Seukuran Bumi di Sebuah Bintang
Sebuah kabar gembira hadir dari teleskop luar angkasa Spitzer milik NASA. Teleskop ini memastikan penemuan sebuah bintang yang memiliki 7 planet seukuran Bumi sekaligus, yang mencatatkan sebuah rekor tersendiri. Selain itu, 3 dari 7 planet tersebut berada di zona habitasi yang memungkinkan mereka memiliki air dalam wujud cairan. Ini juga merupakan rekor jumlah planet zona habitasi terbanyak dari sebuah bintang. Penemuan ini menjadi penting karena pertanyaan yang belum terjawab hingga kini, yaitu “apakah kita sendirian di alam semesta ini”, terbantu dengan semakin banyaknya eksoplanet (planet yang mengorbit bintang lain) di zona habitasi yang telah ditemukan.
Awal Penemuan
Di bulan Mei 2016, tim peneliti di TRAPPIST (The Transiting Planets and Planetesimals Small Telescope) dari Chili telah berhasil menemukan 3 buah planet terlebih dahulu. Kemudian dengan dibantu pengamatan dari beberapa teleskop landas Bumi lainnya, termasuk VLT (Very Large Telescope) milik ESO (European Southern Observatory), Spitzer pun mengkonfirmasi keberadaannya serta menemukan 4 planet lainnya sehingga total ada 7 buah planet.
Tentang TRAPPIST
TRAPPIST adalah sebuah jejaring teleskop robotik milik Belgia yang mulai beroperasi tahun 2010. Dengan pusat kendali berada di Universitas Liege, Belgia, serta bekerja sama dengan Observatrium Geneva, Swiss, misi utamanya adalah mencari komet dan eksoplanet.
Dalam jaringannya terdapat 2 lokasi teleskop yang beroperasi, yaitu TRAPPIST-N (dari kata north/utara) dan TRAPPIST-S (dari kata south/selatan). TRAPPIST-N terletak di komplek Observatorium Oukaïmeden di Maroko yang dioperasikan oleh Universitas Cadi Ayyad sejak 2007. Sedangkan TRAPPIST-S terletak di komplek Observatorium La Silla milik ESO di pegunungan Chili. Keduanya menggunakan teleskop cermin berdiameter 60 cm.
Tentang TRAPPIST-1
Bintang yang menjadi objek pengamatan adalah sebuah bintang katai dingin bernama 2MASS J23062928-0502285 berjarak 39,5 tahun cahaya (12,1 parsek), yang kemudian diberi nama TRAPPIST-1 oleh tim peneliti setelah penemuan tersebut. Penamaan pertama berasal dari katalog yang berisikan objek pengamatan teleskop 2MASS (Two Micron All-Sky Survey), dengan angka-angka yang tercantum menunjukkan asensiorekta dan deklinasi bintang berdasar epoh Julian. Sedangkan pada penamaan kedua, angka 1 menunjukkan bahwa bintang ini adalah bintang pertama yang memiliki planet yang berhasil diamati oleh tim TRAPPIST.
Bintang ini telah diamati sejak bulan September – Desember 2015, lalu hasilnya dipublikasikan di jurnal Nature pada bulan Mei 2016. Bintang ini memiliki temperatur 2550 K dan tergolong dalam kelas spektrum M8,0 ± 0,5. Posisinya di rasi Aquarius dengan magnitudo 18,8. Usianya diperkirakan sekitar 500 juta tahun dan masih akan terus hidup hingga 4 – 5 triliun tahun lagi.
Planet-planet yang ditemukan pun diberi nama sesuai urutan penemuannya dengan aturan planet pertama diberi nama b, c untuk yang kedua, dst. Jadi, di TRAPPIST-1 ini sudah ditemukan planet bernama TRAPPIST-1b hingga TRAPPIST-1h, dengan TRAPPIST-1b hingga TRAPPIST-1d ditemukan di periode awal pengamatan dan TRAPPIST-1e hingga TRAPPIST-1h ditemukan di periode kedua. Seluruh planet tersebut terletak pada orbit yang lebih dekat dari Merkurius. Bahkan jarak antara orbit TRAPPIST-1b dan TRAPPIST 1c hanya 1,6 kali jarak Bumi-Bulan.
Tentang Spitzer
Teleskop luar angkasa Spitzer yang bekerja dalam panjang gelombang inframerah merupakan bagian keempat atau terakhir dari program NASA Great Observatories. Dari orbitnya yang heliosentris dan membuntuti Bumi, Spitzer dilengkapi pendingin berupa helium cair sehingga mampu beroperasi mulai tahun 2003 dengan suhu 5,5 K (-268 °C) hingga pendinginnya habis tahun 2009. Setelah itu Spitzer masih bisa dimodifikasi dan tetap beroperasi hingga sekarang dengan suhu 29 K (-244 °C) dalam Warm Mission. Salah satu pencapaian terbaik Spitzer adalah menjadi yang pertama kali mampu mengamati planet luar Tata Surya secara langsung.
Spitzer merupakan teleskop yang tepat untuk mengamati TRAPPIST-1 karena bintang ini lebih banyak memancarkan cahayanya di panjang gelombang inframerah. Pada musim gugur 2016, Spitzer mengamati bintang ini selama hampir 500 jam tanpa henti. Dengan begitu Spitzer dapat mengamati banyak fenomena transit planet dalam sistem TRAPPIST-1 demi memahaminya lebih baik.
Dalam pengamatan TRAPPIST-1, Spitzer dapat menentukan ukuran/diameter seluruh planet serta memperkirakan massa 6 di antaranya, sehingga dapat juga memperkirakan kerapatannya. Berdasarkan estimasi kerapatan ini, seluruh planet tampaknya merupakan planet batuan. Pengamatan lanjutan diharapkan akan dapat mengungkap apakah air dalam wujud cair dapat hadir di planet-planet tersebut, salah satu aspek penting dalam penentuan zona habitasi.
Walaupun semua planet terletak sangat dekat dengan bintangnya, suhu bintang yang sangat rendah memungkinkan air untuk bertahan dalam wujud cair di permukaannya. Hal ini berbeda dengan Matahari yang cukup panas, sehingga zona habitasi terletak lebih jauh dari bintang pusat.
Selain berpengaruh terhadap keberadaan air, dekatnya planet ke bintang pusat juga menyebabkan mereka terkunci secara gravitasi. Akibatnya, setengah bagian planet akan mengalami siang terus dan setengah lainnya mengalami malam terus. Dengan begitu, pola cuaca di planet tersebut pasti berbeda dengan di Bumi. Karena akan ada daerah yang terus menerus panas atau dingin, dan ada daerah yang peralihan di antaranya.
Menindaklanjuti hasil pengamatan ini, teleskop ruang angkasa lainnya, Hubble, juga direncanakan untuk mengamati 4 planet terdalam di TRAPPIST-1 ini. Tujuannya adalah agar bisa meneliki keberadaan atmosfer yang diperkirakan didominasi hidrogen, sebagaimana umumnya planet gas seperti Neptunus. Di bulan Mei 2016, Hubble sudah mengamati 2 planet terdalam namun tidak menemukan keberadaan atmosfer tersebut. Hal ini memperkuat estimasi bahwa keduanya merupakan planet batuan. Selain Hubble, teleskop ruang angkasa Kepler juga sedang mempelajari TRAPPIST-1 demi memperbaiki data yang telah diperoleh sebelumnya. Pengamatannya akan selesai awal Maret dan hasilnya akan dapat diakses publik juga.
Spitzer, Hubble, dan Kepler akan membantu peneliti membuat perencanaan penelitian mendatang yang dapat menggunakan teleskop ruang angkasa James Webb, yang akan diluncurkan di tahun 2018. Dengan ketelitian yang lebih baik, James Webb dapat mendeteksi keberadaan air, metana, oksigen, ozon, dan komponen lain dalam atmosfer eksoplanet. Selain itu juga temperatur planet dan tekanan permukaan, faktor penting lain dalam menentukan kelayakannya untuk dihuni.
Sungguh sebuah perkembangan pengetahuan yang luar biasa. Mari kita tunggu hasil dari Kepler di bulan Maret nanti dan James Webb di tahun-tahun mendatang.